Rabu, 03 Agustus 2016

RETARDASI MENTAL





I.              Pengertian
American Association on Mental Deficiency (AAMD) membuat definisi retardasi mental yang kemudian direvisi oleh Rick Heber (1961) sebagai suatu penurunan fungsi intelektual secara menyeluruh yang terjadi pada masa perkembangan dan dihubungkan  dengan gangguan adaptasi sosial. Ada 3 hal penting yang merupakan kata kunci dalam definisi ini yaitu penurunan fungsi intelektual, adaptasi sosial, dan masa perkembangan.
Penurunan fungsi intelektual secara umum menurut definisi Rick Heber diukur berdasarkan tes intelegensia standar paling sedikit satu deviasi standar (1 SD) di bawah rata-rata. Periode perkembangan mental menurut definisi ini adalah mulai dari lahir sampai umur 16 tahun.
Gangguan adaptasi sosial dalam definisi ini dihubungkan dengan adanya penurunan fungsi intelektual. Menurut definisi ini tidak ada kriteria bahwa retardasi mental tidak dapat diperbaiki seperti definisi retardasi mental sebelumnya.  Banyak pakar menyatakan bahwa definisi ini terlalu liberal, karena dengan batasan tes intelegensia di bawah satu deviasi standar (1 SD) terdapat hampir 16% dari populasi dapat digolongkan sebagai retardasi mental.2 Pada tahun 1973 melalui Manual on Terminology and Classfication in Mental Retardation Grossman merevisi definisi Heber tersebut. Menurut Grossman retardasi mental adalah penurunan fungsi intelektual yang menyeluruh secara bermakna dan secara langsung menyebabkan gangguan adaptasi sosial, dan bermanifestasi selama masa perkembangan. Menurut definisi ini penurunan fungsi intelektual yang bermakna berarti pada pengukuran uji intelegensia berada pada dua deviasi standar di bawah rata-rata. Berdasarkan kriteria ini ternyata kurang dari 3% populasi yang dapat digolongkan sebagai retardasi mental. Periode perkembangan menurut definisi ini adalah mulai dari lahir sampai umur 18 tahun. Gangguan adaptasi sosial menurut definisi ini secara langsung disebabkan oleh penurunan fungsi intelektual.

II.           Penyebab
Terjadinya retardasi mental tidak dapat dipisahkan dari tumbuh kembang seorang anak. Seperti diketahui faktor penentu tumbuh kembang seorang anak pada garis besarnya adalah faktor genetik/heredokonstitusional yang menentukan sifat bawaan anak tersebut dan faktor lingkungan. Yang dimaksud dengan lingkungan pada anak dalam konteks tumbuh kembang adalah suasana (milieu) dimana anak tersebut berada. Dalam hal ini lingkungan berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang.
Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang ini secara garis besar dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
1.             Kebutuhan fisis-biomedis (asuh)
1.         Pangan (gizi, merupakan kebutuhan paling penting)
2.         Perawatan kesehatan dasar (Imunisasi, ASI, penimbangan bayi secara teratur, pengobatan sederhana, dan lain lain)
3.         Papan (pemukiman yang layak)
4.         Higiene, sanitasi
5.         Sandang
6.         Kesegaran jasmani, rekreasi
2.             Kebutuhan emosi/kasih sayang (asih).
Pada tahun- tahun pertama kehidupan hubungan yang erat, mesra dan selaras antara ibu dan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin suatu proses  tumbuh kembang yang selaras, baik fisis, mental maupun sosial.
3.             Kebutuhan akan stimulasi mental (asah).
Merupakan cikal bakal proses pembelajaran (pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental ini membantu perkembangan mental psikososial (kecerdasan, ketrampilan, kemandirian, kreativitas, kepribadian, moral-etika dan sebagainya). Perkembangan ini pada usia balita disebut sebagai perkembangan psikomotor. Kelainan/penyimpangan tumbuh kembang pada anak terjadi akibat gangguan pada interaksi antara anak dan lingkungan tersebut, sehingga kebutuhan dasar anak tidak terpenuhi. Keadaan ini dapat menyebabkan morbiditas anak, bahkan dapat berakhir dengan kematian. Kalaupun kematian dapat diatasi, sebagian besar anak yang telah berhasil tetap hidup ini mengalami akibat menetap dari penyimpangan tersebut yang dikategorikan sebagai kecacatan, termasuk retardasi mental. Jelaslah bahwa dalam aspek pencegahan terjadinya retardasi mental praktek pengasuhan anak dan peran orangtua sangat penting.

Penyebab retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase pranatal, perinatal dan postnatal. Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000 macam penyebab terjadinya retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat dicegah. Ditinjau dari penyebab secara langsung dapat digolongkan atas penyebab biologis dan psikososial.
Penyebab biologis atau sering disebut retardasi mental tipe klinis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Pada umumnya merupakan retardasi mental sedang sampai sangat berat
2.    Tampak sejak lahir atau usia dini
3.    Secara fisis tampak berkelainan/aneh
4.    Mempunyai latar belakang biomedis baik pranatal, perinatal maupun postnatal
5.    Tidak berhubungan dengan kelas sosial
Penyebab psikososial atau sering disebut tipe sosiokultural mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.    Biasanya merupakan retardasi mental ringan
2.    Diketahui pada usia sekolah
3.    Tidak terdapat kelainan fisis maupun laboratorium
4.    Mempunyai latar belakang kekurangan stimulasi mental (asah)
5.    Ada hubungan dengan kelas sosial

Melihat struktur masyarakat Indonesia, golongan sosio ekonomi rendah masih merupakan bagian yang besar dari penduduk, dapat diperkirakan bahwa retardasi mental di Indonesia yang terbanyak adalah tipe sosio-kultural.

Penyebab retardasi mental tipe klinis atau biologikal dapat dibagi dalam:
1.             Penyebab pranatal
a.         Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme asam amino yaitu Phenyl Keton Uria (PKU), Maple Syrup Urine Disease, gangguan siklus urea, histidiemia, homosistinuria, Distrofia okulorenal Lowe, hiperprolinemia, tirosinosis dan hiperlisinemia. Gangguan metabolisme lemak yaitu degenerasi serebromakuler dan lekoensefalopati progresif. Gangguan metabolisme karbohidrat yaitu galaktosemia dan glycogen storabe disease.

b.        Kelainan Kromosom
kelinan kromosom muncul dibawah 5 persen kehamilan, kebanyakan kehamilan yang memilki kelainan kromosom berakhri dengan kasus keguguran hanya setenggah dari satu persen yang lahir memiliki kelainan kromosom, dan akan meninggal segera setelah lahir. bayi yang bertahan, kebanyakan akan memiliki kelainan down syndrome, atau trisomy 21. Manusia normal memiliki 46 kromosom (23 pasang).
orang dengan kelainan down syndrome memiliki 47 kromosom (23 pasang + 1 kromosom pada kromosom ke 21).



c.              Infeksi maternal selama kehamilan
 yaitu infeksi TORCH dan Sifilis. Cytomegali inclusion body disease merupakan penyakit infeksi virus yang paling sering menyebabkan retardasi mental. Infeksi virus ringan atau subklinik pada ibu hamil dapat menyebabkan kerusakan otak janin yang bersifat fatal. Penyakit Rubella kongenital juga dapat menyebabkan defisit mental.

d.        Komplikasi kehamilan
Meliputi toksemia gravidarum, Diabetes Mellitus pada ibu hamil yang tak terkontrol, malnutrisi, anoksia janin akibat plasenta previa dan solutio plasenta serta penggunaan sitostatika selama hamil.

2.             Penyebab perinatal
a.              Prematuritas
Dengan kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi menyebabkan
meningkatnya keselamatan bayi dengan berat badan lahir rendah sedangkan
bayi-bayi tersebut mempunyai resiko besar untuk mengalami kerusakan
otak, sehingga akan didapatkan lebih banyak anak dengan retardasi mental.

b.             Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.

c.              Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak
terkonjugasi di dalam sel-sel otak.

d.             Hipoglikemia: menurunnya kadar gula dalam darah.
e.               Meningitis : peradangan membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang
f.              Hidrosefalus : penumpukan cairan di dalam tengkorak, yang menyebabkan pembengkakan otak.


3.             Penyebab postnatal
g.             Infeksi (meningitis, ensefalitis)
h.             Trauma fisik
i.               Kejang lama
j.               Intoksikasi (timah hitam, merkuri)

III.        Klasifikasi Retardasi Mental
Berikut ini adalah klasifikasi retardasi mental berdasarkan PPDGJ III:
1.             F70 Retardasi Mental Ringan (IQ 55-69)
Mulai tampak gejalanya pada usia sekolah dasar, misalnya sering tidak naik kelas, selalu memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi. 80 % dari anak RM termasuk pada golongan ini. Dapat menempuh pendidikan Sekolah Dasar kelas VI hingga tamat SMA. Ciri-cirinya tampak lamban dan membutuhkan bantuan tentang masalah kehidupannya.

2.             F71 Retardasi Mental  Sedang (IQ 35-49)
Sudah tampak sejak anak masih kecil dengan adanya keterlambatan dalam perkembangan, misalnya perkembangan wicara atau perkembangan fisik lainnya. Anak ini hanya mampu dilatih untuk merawat dirinya sendiri, pada umumnya tidak mampu menyelesaikan pendidikan dasarnya, angka kejadian sekitar 12% dari seluruh kasus RM. Anak pada golongan ini membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus dan dukungan pelayanan.

3.             F72 Retardasi Mental Berat (IQ 20- 34)
Tampak sejak lahir, yaitu perkembangan motorik yang buruk dan kemampuan bicara yang sangat minim, anak ini hanya mampu untuk dilatih belajar bicara dan keterampilan untuk pemeliharaan tubuh dasar, angka kejadian 8% dari seluruh RM. Memiliki lebih dari 1 gangguan organik yang menyebabkan keterlambatannya, memerlukan supervisi yang ketat dan pelayanan khusus.

4.             F73 Retardasi Mental Sangat Berat (IQ < 20)
Sudah tampak sejak lahir yaitu gangguan kognitif, motorik, dan komunikasi yang pervasif. Mengalami gangguan fungsi motorik dan sensorik sejak awal masa kanak-kanak, individu pada tahap ini memerlukan latihan yang ekstensif untuk melakukan self care yang sangat mendasar seperti makan, BAB, BAK. Selain itu memerlukan supervisi total dan perawatan sepanjang hidupnya, karena pada tahap ini pasien benar-benar tidak mampu mengurus dirinya sendiri.

F78 Retardasi Mental lainnya
Kategori ini hanya dignakan bila penilaian dari tingkat Retardasi Mental intelektual dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena adanya hendaya sensorik atau fisik, seperti buta, bisu tli, dan penyandang yang perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.
F79 Retardasi Mental YTT
Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk meggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas.
Termasuk : retardasi mental YTT, subnormalitas mental YTT, oligofrenia YTT.
IV.        Diagnosis Retardasi Mental
Diagnosis retardasi mental tidak hanya didasarkan atas tes intelegensia saja, melainkan juga dari riwayat penyakit, laporan dari orangtua, laporan dari sekolah, pemeriksaan fisis, laboratorium, pemeriksaan penunjang. Yang perlu dinilai tidak hanya intelegensia saja melainkan juga adaptasi sosialnya. Dari anamnesis dapat diketahui beberapa faktor risiko terjadinya retardasi mental. Pemeriksaan fisis pada anak retardasi mental biasanya lebih sulit dibandingkan pada anak normal, karena anak retardasi mental kurang kooperatif. Selain pemeriksaan fisis secara umum (adanya tanda-tanda dismorfik dari sindrom-sindrom tertentu) perlu dilakukan pemeriksaan neurologis, serta penilaian tingkat perkembangan. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat ditemukan berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala: mikrosefali, hidrosefali, dan down syndrome. Wajah pasien dengan retardasi menral sangan mudah dikenali seperti hipertelorisme, yaitu lidah yang menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah yang tampak tumpul.
Pada anak yang berumur diatas 3 tahun dilakukan tes intelegensia. Namun, tingkat kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya karakteristik, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar ketrampilan spesifik yang berbeda. penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, prilaku adaptif dan hasil tes psikometrik. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)  kepala dapat membantu menilai adanya kalsifikasi serebral, perdarahan intra kranial pada bayi dengan ubun-ubun masih terbuka. Pemeriksaan laboratorium dilakuka atas indikasi, pemeriksaan ferriklorida dan asam amino urine  dapat dilakukan sebagai  screening PKU. Pemeriksaan analisis kromosom dilakukan bila dicurigai adanya kelainan kromosom yang mendasari retardasi mental tersebut. Beberapa pemeriksaan penunjang lain dapat dilakukan untuk membantu seperti pemeriksaan BERA, CT-Scan, dan MRI. Kesulitan yang dihadapi adalah kalau penderita masih dibawah umur 2-3 tahun, karena kebanyakan tes psikologis ditujukan pada anak yang lebih besar. Pada bayi dapat dinilai perkembangan motorik halus maupun kasar, serta perkembangan bicara dan bahasa. Biasanya penderita retardasi mental juga mengalami keterlambatan motor dan American Psychiatric Association (APA) pada tahun 1994, mensyaratkan tiga diagnosis keterbelakangan mental, yaitu:
a.       Fungsi intelektual secara signifikan dibawah rata-rata: IQ sekitar 70 atau kurang menurut tes IQ yang diadakan secara individu.
b.      Ketidakmampuan atau kelemahan yang terjadi bersamaan dengan fungsi adaptasi saat ini (yakni efektivitas seseorang dalam memenuhi standar yang diharapkan pada usianya dengan kelompok budayanya) setidaknya dalam bidang berikut ini: yaitu komunikasi, perhatian diri sendiri, kehidupan rumah tangga, keterampilan sosial-interpersonal, penggunaan sumber dalam komunitas, self dierection, keterampilan akademik fungsional, pekerjaan, waktu luang, kesehatan dan keamanan.
c.       Terjadi sebelum berusia 18 tahun.
Tingkatan keterbelakangan mental menurut APA, diklasifikasikan menjadi mild retardation (tingkat IQ 50 atau 55 sampai sekitar 70), moderate mental retardation (tingkat IQ 35 atau 40 sampai 50 atau 55), severe mental retardation (tingkat IQ 20 atau 25 sampai 35 atau 40), dan profound mental retardation (tingkat IQ dibawah 20 atau 25).
Dibawah ini sekilas tentang perubahan perilaku terkait usia pada anak dengan keterbelakangan mental :
Keterbelakangan Mental Ringan (IQ = 50 -70)
d.      Anak prasekolah (0 - 5 tahun): lebih lambat daripada rata-rata dalam berjalan, makan sendiri, dan berbicara, namun pengamat sambil lalu tidak melihat keterbelakangan ini.
e.       Usia sekolah (6 - 21 tahun): Belajar keterampilan motorik-pemahaman dan kognisi (membaca dan arithmatic) di kelas tiga sampai kelas enam oleh remaja tahap ini, dapat belajar untuk menyesuaikan diri secara sosial.
f.       Dewasa (21 tahun keatas): Biasanya mencapai keterampilan sosial dan kejuruan yang diperlukan untuk merawat diri, membutuhkan bimbingan dan bantuan ketika berada pada kondisi ekonomi sulit atau stress sosial.

Keterbelakangan Mental menengah (IQ = 35 - 49)
a.       Anak prasekolah (0 - 5 tahun): sebagian besar perkembangan kelihatan dengan jelas terlambat.
b.      Usia sekolah (6 - 21 tahun): belajar berkomunikasi dan merawat kesehatan dasar dan kebutuhan keamanan.
c.       Dewasa (21 tahun keatas): melakukan tugas tanpa keterampilan atau semi terampil sederhana pada kondisi yang diawasi, berpartisipasi pada permainan sederhana dan melakukan perjalanan sendiri di tempat yang dikenal, mampu merawat diri sendiri.

Keterbelakangan Mental Berat (IQ = 20 - 34)
a.       Anak prasekolah (0 - 5 tahun): perkembangan motorik sangat tertunda, sedikit atau tidak berbicara, mendapat mamfaat dari pelatihan mengerjakan sendiri (misalnya makan sendiri).
b.      Usia sekolah (6 - 21 tahun): biasanya berjalan kecuali jika terdapat ketidakmampuan motorik, dapat memahami dan merespon pembicaraan, dapat mengambil mamfaat dari pelatihan mengenai kesehatan dan kebiasaan lain yang dapat diterima.
c.       Dewasa (21 tahun keatas): melakukan kegiatan rutin sehari-hari dan memperbesar perawatan diri sendiri, memerlukan petunjuk dan pengawasan ketat dalam lingkungan yang dapat dikendalikan.

Keterbelakangan Mental Sangat Berat (IQ dibawah 20)
a.              Anak prasekolah (0 - 5 tahun): keterbelakangan ekstrem disemua bidang, kemampuan sensorik minimal, membutuhkan bantuan perawatan diri.
b.             Usia sekolah (6 - 21 tahun): semua bidang perkembangan tampak jelas tertunda, respon berupa emosi dasar dan mendapatkan manfaat dari pelatihan dalam penggunaan anggota badan dan mulut, harus diawasi dengan ketat.
c.              Dewasa (21 tahun keatas): barangkali dapat berjalan dan berbicara dengan cara primitive, mendapatkan mamfaat dari aktivitas fisik regular, tidak dapat merawat diri sendiri, tetapi membutuhkan bantuan perawatan diri.

V.           Prognosis Retardasi Mental
Mengukur kecerdasan dan perilaku adaptif dapat membantu klasifikasi dari kecenderungan keterbelakangan dan dapat memprediksikan apakah individu tersebut dapat hidup secara independen. Individu dengan keterbelakangan mental menengah (moderate mental retardation) lebih sering ditemukan dapat mencapai seilf-sufficiency dan mendapatkan hidup yang bahagia. Untuk mencapai tujuannya, mereka membutuhkan lingkungan yang sesuai dan mendukung seperti pendidikan, komunitas, lingkungan sosial, keluarga dan keterampilan yang konsisten. Harapannya lebih kecil untuk individu yang menderita keterbelakangan mental sangat berat (profound retardation). Individu dengan profound retardation membutuhkan dukungan yang besar dan biasanya tidak bisa hidup secara independen atau di rumah secara berkelompok.
Penelitian menemukan bahwa mereka memiliki harapan hidup yang lebih kecil. Kecenderungan dari keterbelakangan invidu cenderung menetap selama hidup. Misalkan seorang anak didiagnosa memiliki keterbelakangan mental berat (severe) pada usia 5 tahun, maka ia akan memiliki diagnosa yang sama pada usia 21 tahun. Hal ini mungkin tidak akan terlalu terlihat oleh keluarga mereka, dimana anak-anak dengan keterbelakangan memiliki kemampuan yang mirip dengan rekan-rekan mereka, namun akan nampak bahwa mereka akan semakin tertinggal dengan sejalannya usia mereka.

  1. Peran Psikolog dalam Menangani Klien Retardasi Mental
Penanganan pada anak dengan retardasi mental didasarkan pada penilaian akan kebutuhan sosial, pendidikan, lingkungan, kelainan psikiatrik dan neurologis yang menyertai. Tujuan akhir dari penanganan ini adalah untuk menciptakan tempat yang aman dan memungkinkan anak untuk berfungsi dan mengembangkan potensinya secara optimal. Perlu ditegakkan diagnosa dini, pendidikan untuk keluarga dan pendidikan luar biasa untuk anak tunagrahita.
           Medis
1.      Pemeriksaan anak dan penilaian neuromotor, evaluasi grafik pertumbuhan anak dan penilaian tentang adanya kelainan fisik minor dan tanda lain, sindroma medis yang spesifik.
2.      Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan, pemeriksaan laboratorium.
3.      Analisa kromosom dilakukan terutama pada kasus dengan kelainan fisik minor yang multiple atau adanya kelainan bawaan. Bila ada kecurigaan melformasi otak, dilakukan pemeriksaan neuradiologi.
4.      Pemeriksaan EEG dilakukan bila ada kecurigaan kejang.
5.      Pada beberapa jenis, kondisi retardasi mental ini dapat dicegah misalnya dengan imunisasi, skrining diikuti diit, diberi terapi pengganti (pada hypotiroid).
6.      Obat yang dapat diberikan adalah obat-obat yang mengatasi hiperaktivitas, gangguan tingkah laku (misalnya agresif, menyekiti diri), kejang (epilepsi).
7.      Fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara.
          
           Non Medis
Support dari keluarga, pendidikan, dibutuhkan pula intervensi dini dan program pendidikan khusus. Usia 3-21 tahun, sekolah bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan edukasi yang sesuai untuk anak tunagrahita, dengan mengacu pada program pendidikan individual. Usia sekolah dengan tunagrahita ringan dengan komprehensif cukup dan tidak disertai kelainan tingkah laku dapat masuk ke prasekolah biasa dan mendapat terapi bicara. Untuk anak dengan atensi dan konsentrasi terbatas, perlu guru khusus yang menggunakan teknik memfokuskan atensi untuik meningkatkan proses belajar. Pada retardasi mental berat dengan gangguan komunikasi yang berat perlu kelas dengan perbandingan guru dan murid yang rendah, memahami tentang intervensi murid dengan pembelajaran nonverbal dan gangguan komunikasi sosial.
Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Mengapa demikian? Siapapun orangnya pasti memiliki beban psiko-sosial yang tidak ringan jika anaknya menderita retardasi mental, apalagi jika masuk kategori yang berat dan sangat berat. Oleh karena itu agar orang tua dapat berperan secara baik dan benar maka mereka perlu memiliki kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka mereka perlu mendapatkan layanan konseling. Konseling dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan agar orang tua penderita mampu mengatasi bebab psiko-sosial pada dirinya terlebih dahulu.
Pencegahan retardasi mental tergantung pada pemahaman terhadap berbagai penyebabnya. Bidang genetika medis belum mampu mencegah penyebab genetik yang lebih parah dalam retardasi mental, namun kemajuan yang menakjubkan dalam ilmu genetika dapat mengubah situasi ini dalam waktu yang tidak terlalu lama. Bila penyebab retardasi tidak diketahui, maka pencegahan tidak mungkin dilakukan. Namun, penanganan untuk meningkatkan kemampuan orang yang bersangkutan untuk hidup mandiri dapat menjadi pilihan.
Bila lingkungan miskin menjadi sumber retardasi ringan, program-program pengayaan, seperti Head Start, dapat mencegah semakin buruknya kelemahan yang dialami dan kadang dapat mengatasi kelemahan yang sudah terjadi.
a.              Penanganan Residensial. Sejak tahun 1960-an, sebagian besar orang yang mengalami retardasi dapat menguasai kompetensi yang dibutuhkan untuk berfungsi secara efektif di masyarakat. Trend yang berlaku adalah memberikan pelayanan pendidikan dan layanan masyarakat bagi para individu tersebut dan bukan perawatan yang sangat bersifat pengawasan seperti di rumah-rumah sakit jiwa besar. Sejak tahun 1975, individu yang mengalami retardasi mental berhak untuk mendapatkan penanganan yang sesuai dalam lingkungan dengan batasan yang sangat minimal. Anak-anak yang mengalami retardasi mental dapat tinggal di rumah atau di rumah-rumah perawatann yang dilengkapi dengan layanan pendidikan dan psikologis. Hanya orang-orang yang mengalami retardasi mental berat dan sangat berat serta memiliki cacat fisik yang cenderung tetap tinggal di berbagai institusi mental (Cunningham & Mueller, 1991).
b.             Intervensi Behavioral Berbasis Pengkondisian Operant. Program ini dikembangkan untuk meningkatkan tingkat fungsi para individu dengan retardasi berat. Beberapa proyek pelopor telah melakukan intervensi pada anak-anak dengan sindroma Down semasa bayi dan kanak-kanak awal sebagi upaya meningkatkan fungsi mereka. Program-program tersebut umumnya mencakup instruksi sistematis yang dilakukan di rumah dan pusat penanganan terkait perkembangan sosial. Ditetapkan berbagia sasarann behavioral spesifik; dan dalam mode operant, anak-anak diajari berbagai keterampilan selangkah demi selangkah dan berurutan ( a,l., Clunies-Ross, 1979; Reid, Wilson, & Faw, 1991 ).
Anak-anak dengan retardasi mental berat biasanya membutuhkan instruksi intensif agar mampu makan, menggunakan toilet, dan berpakaian sendiri. Prinsip-prinsip pengkondisian operant kemudian diterapkan untuk mengajarkan berbagai komponen aktivitas makan tersebut kepada si anak. Contohnya, si anak dapat diberi penguat untuk terus-menerus mencoba mengambil sendok sampai ia mampu melakukannya. Pendekatan operant kadang disebut analisis perilaku terapan, juga digunakan untuk mengurangi perilaku yang tidak pada tempatnya dan perilaku mencederai diri sendiri.
Gerakan maladaptif dan tindakan mencederai diri tersebut sering kali dapat dikurangi dengan memberi penguat pada respons-respons pengganti.
c.              Intervensi Kognitif. Banyak anak yang mengalami retardasi mental tidak mampu menggunakan berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah, dan bila mereka memiliki strategi, mereka sering kali tidak menerapkannya secara efektif. Latihan Instruksional Diri mengajari anak-anak tersebut untuk memandu upaya penyelesaian masalah mereka melalui kata-kata yang diucapkan. Meichenbaum dan Goodman ( 1971 ) merinci prosedur lima langkah:
1.             Guru melakukan tugas terkait, mengucapkan instruksi dengan keras kepada dirinya sendiri sementara si anak mengamati dan mendengarkannya.
2.             Anak mendengarkannya dan melakukan tugas tersebut sementara guru mengucapkan instruksinya kepada si anak.
3.             Si anak mengulang tugas tersebut seraya mengucapkan instruksi kepada dirinya sendiri dengan keras.
4.             Si anak mengulang kembali tugas tersebut seraya membisikkan instruksinya kepada dirinya sendiri.
5.             Anak siap melakukan tugas tersebut seraya memberikan instruksi tanpa bersuara kepada diri sendiri.
Anak-anak yang mengalami retardasi mental berat menggunakan berbagai tanda alih-alih bicara untuk memandu dirinya melakukan tugas terkait. Latihan instruksional diri telah digunakan untuk mengajarkan pengendalian diri dan cara memusatkan perhatian serta cara menguasai berbagai tugas akademik kepada anak-anak yang mengalami retardasi. Anak-anak dengan retardasi berat dapat secara efektif menguasai keterampilan mengurus diri sendiri melalui teknik ini. 
d.             Instruksi dengan Bantuan Komputer. Instruksi dengan bantuan computer semakin sering digunakan di seluruh lokasi semua jenis pendidikan. Instruksi ini sangat cocok diterapkan dalam pendidikan bagi individu yang mengalami retardasi mental. Komponen visual dan auditori dalam komputer mempertahankan konsentrasi para siswa yang sulit berkonsentrasi, tingkat materi dapat disesuaikan dengan individu sehingga memastikan keberhasilan pembelajaran, dan komputer dapat memenuhi kebutuhan akan banyaknya pengulangan materi tanpa menjadi bosan atau tidak sabar seperti yang dapat terjadi pada guru. Program instruksi dengan bantuan computer telah terbukti lebih baik dari berbagai metode tradisional untuk mengajarkan cara mengeja, menggunakan uang, aritmetika, membaca teks, pengenalan kata, menulis, dan diskriminasi visual kepada orang-orang yang mengalami retardasi mental ( Corners, Caruso, & Detterman, 1986 ).































DAFTAR PUSTAKA

e.       The Gale Group. Gale Encyclopedia of Medicine, 3rd ed.
f.       (http://psychologynews.info/gangguan-psikolgi/keterbelakangan-mental-2/) Diakses pada tanggal 8 Oktober 2013 pk. 08.39
g.      Jevuska. 2007. Retardasi Mental. (http://www.jevuska.com/2007/01/19/retardasi-) Diakses pada tanggal 8 Oktober 2013 pk. 08.42
h.      Intellectual Disability (Mental Retardation) Description. (http://www.medicalhomeportal.org/diagnoses-and-conditions/intellectual-disability/description) Diakses pada tanggal 8 Oktober 2013 pk. 09.02
i.        Davidson Gerald C. Neille, ANN M. Kring. (2004) Psikologi abnormal. Edisi ke-9, Rajawali Press.

1 komentar:

  1. Welcome to Jammy Bingo - Promotions - JtmHub
    Join 경기도 출장샵 the Jammy Bingo Club today for a great signup bonus, fast cashouts, 동두천 출장샵 and 남양주 출장마사지 access to the best games and 파주 출장샵 promotions available to players across 광명 출장샵 all

    BalasHapus