PENDAHULUAN
Depresi
dikenal sebagai keluhan umum yang
sering dialami masyarakat. Wanita
memiliki kecenderungan hampir dua kali lipat lebih besar daripada pria untuk
mengalami depresi. Perbedaan dalam resiko relatif antara pria dan wanita
bermula pada awal usia remaja dan bertahan hingga paling tidak usia
pertengahan. Meski perbedaan hormonal atau perbedaan biologis lainnya yang
terkait dengan gender kemungkinan berpengaruh, namun perbedaan gender sebagian
besar disebabkan oleh lebih banyak jumlah stres yang dihadapi wanita dalam
kehidupan kontemporer. Orang-orang yang lebih muda mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk sembuh dari pada kelompok yang lebih tua, dan
kecil kemungkinan penyakitnya kambuh (Davinson, 2007).
Selama beberapa dekade terakhir para
peneliti berupaya memahami peran berbagai neurotransmiter dalam gangguan mood.
Ada dua transmiter yang paling banyak dipelajari, yaitu norepineprin dan
serotonin. Teori norepineprin merupakan yang paling relevan dengan gangguan
bipolar, dan secara umum, dinyatakan bahwa kadar norepineprin yang rendah
memicu depresi dan kadar yang tinggi memicu mania. Teori serotonin menyatakan
bahwa kadar serotonin yang rendah menimbulkan depresi (Harlod, 1998).
Depresi bisa berdiri sendiri maupun
bersamaan dengan penyakit organik. Depresi akan sulit di diagnosis jika depresi
ditemukan bersamaan dengan penyakit lain. Banyak gangguan medis dan neurologis
serta agen farmakologis dapat menghasilkan gejala depresi. Biasanya pasien
datang dengan gangguan depresi pertama kali pergi ke dokter umum dengan keluhan
somatik, mereka mengeluh gangguan sistem endokrin, gangguan infeksi dan
peradangan, serta penyakit medis lain seperti kanker dan penyakit
kardiopulmonal.1
Baik depresi yang berdiri sendiri maupun
yang bersamaan dengan penyakit lain harus diobati dengan sungguh-sungguh,
karena depresi dapat mempengaruhi dan memperburuk penyakit organik yang sudah
ada. Pemilihan obat anti depresan yang tepat sangat diperlukan agar mendapatkan
efek terapi yang optimal dan menghindari efek samping yang mungkin timbul.
PEMBAHASAN
DEFINISI
Depresi
merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur
dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan dan rasa putus asa dan tak
berdaya, serta gagasan bunuh diri.3
EPIDEMIOLOGI
Gangguan
depresi berat merupakan gangguan yang sering terjadi, dengan prevalensi seumur
hidup sekitar 15%, kemungkinan sekitar 25% terjadi pada wanita.
Terlepas dari kultur atau negara, terdapat prevalensi gangguan depresi
berat yang dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Usia onset untuk gangguan depresi
berat kira-kira usia 40 tahun. 50% dari semua pasien,
mempunyai onset antara usia 20-50
tahun.
Beberapa data epidemilogi baru-baru ini menyatakan bahwa insidensi gangguan depresi berat mungkin
meningkat pada orang-orang
yang berusia kurang dari 20 tahun, jika pengamatan tersebut benar, mungkin
berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan zat -zat lain pada kelompok usia tersebut.
Angka gangguan depresif berat pada anak-anak pre sekolah diperkirakan adalah sekitar 0,3% dalam masyarakat,
dibandingkan dengan 0,9% dalam lingkungan klinis. Diantara anak-anak usia sekolah dalam masyarakat, kira-kira 2% memiliki gangguan depresif
berat. Depresi lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan pada anak usia sekolah (Santrok,
2007).
ETIOLOGI
Dasar umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga
faktor -faktor dibawah ini
berperan.
a. Faktor Biologis
Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa
gangguan depresi berat berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin
biogenik ( norepinefrin dan serotonin ). Penurunan serotonin dapat encetuskan
depresi, dan pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi
metabolik serotonin di dalam cairan serebrospinal yang rendah serta konsentrasi
tempat ambilan serotonin yang rendah di trombosit. Faktor neurokimia lain
seperti adenilate cyclase, phsphotidyl inositol, dan regulasi kalsium mungkin juga
memiliki relevansi penyebab.
Penelitian anak pra pubertas
dengan gangguan depresif berat dan remaja-remaja dengan gangguan mood telah menemukan
kelainan biologis (Davinson, 2007).
Anak pra pubertas dalam suatu
episode gangguan depresif berat mensekresikan hormon pertumbuhan yang secara
bermakna lebih banyak selama tidur dibandingkan dengan anak normal dan anak
dengan gangguan mental nondepresi. 1
b. Faktor Genetika
Data genetik
menyatakan bahwa sanak saudara derajat pertama dari pasien gangguan depresi
berat kemungkinan 1,5 – 2,5 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat
pertama kontrol. Memiliki satu orang tua yang terdepresi kemungkinan
meningkatkan resiko dua kali untuk keturunan, memiliki kedua orang tua
terdepresi kemungkinan meningkatkan resiko empat kali bagi keturunan untuk
terkena gangguan depresi sebelum usia 18 tahun (Santrock, 2007).
c.
Faktor
Psikososial
Peristiwa
kehidupan dan stess lingkungan, suatu pengalamn klinis yang telah lama
direplikasikan adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih
sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya.
Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk gangguan depresi berat (Santrok,
2007).
Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling
berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang tua
sebelum usia 13 tahun. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset
suatu episode depresi adalah kehilangan
pasangan (Santrok, 2007).
Bebeapa artikel teoritik mempermasalakan
hubungan antara fungsi keluarga dan onset serta perjalanan gangguan depresi
berat. Selain itu, derajat psikopatologi di dalam keluarga mungkin mempergaruhi
kecepatan pemulihan, berkurangnya gejala, dan
penyesuaian pasien pasca pemulihan (Santrock, 2007).
GEJALA KLINIS
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan
berat):
a. Efek depresif,
b. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas (Maslim, 2001).
Gejala lainnya :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh
diri
f. Gangguan tidur
g. Nafsu makan berkurang (Maslim, 2001)
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan
tersebut diperlukan masa sekurang – kurangnya 2 minggu untuk penegakan
diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar
biasa beratnya dan berlangsung lama (Maslim, 2001).
PATOFISIOLOGI
Timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa
neurotransmiter aminergik. Neurotransmiter yang paling banyak diteliti
ialah serotonin. Konduksi impuls dapat terganggu apabila terjadi kelebihan atau
kekurangan neurotransmiter di celah sinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada
reseptor neurotransmiter tersebut di post sinaps sistem saraf pusat.
Pada depresi telah di identifikasi 2 sub tipe
reseptor utama serotonin yaitu reseptor 5HTIA dan 5HT2A. Kedua reseptor inilah
yang terlibat dalam mekanisme biokimiawi depresi dan memberikan respon pada
semua golongan anti depresan.
PEDOMAN DIAGNOSTIK
Pedoman diagnostik untuk episode depresi berat tanpa
gejala psikotik:
a. Semua 3 gejala utama depresi harus ada
b. Ditambah sekurang-kurangnya 4 gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus
berintensitas berat
c. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau
retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak
mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci
d. Episode depresif
biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, tetapi jika gejala utama amat berat dan beronset
cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu
kurang dari 2 minggu
e. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan
kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang
sangat terbatas (Maslim, 2001)
Pedoman diagnostik untuk episode depresif berat
dengan gejala psikotik
a. Episode depresif berat yang memiliki kriteria tanpa
gejala psikotik tersebut diatas;
b. Diseratai waham, halusinasi, atau stupor depresif.
Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggungjawab atas hal itu. Halusinasi
auditorik atau alfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh,
atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat
menuju stupor (Maslim, 2001)
DIAGNOSA BANDING
Dalam menegakkan suatu gangguan depresi, diagnosis
lain perlu dipikirkan, seperti adanya gangguan organik, intoksikasi atau
ketergantungan zat dan abstinensia, distimia, siklotimia, gangguan kepribadian,
berkabung dan gangguan penyesuaian.
Perubahan intrinsik yang berhubungan dengan epilepsi
lobus temporalis dapat menyerupai gangguan depresi, khususnya jika fokus
epileptik adalah sisi kanan.
Berkabung merupakan suatu respon normal yang hebat,
dan menyakitkan karena kehilangan, tetapi responsif terhadap dukungan dan
empati dapat membuat berangsur mereda / sembuh seiring berjalanya waktu
(Harold, 1998).
TERAPI
Mekanisme terjadinya obat anti depresi adalah :
a. Menghambat ‘reuptake aminergic neurotransmitter’
b. Menghambat penghancuran oleh enzim ‘monoamine
oxidase’
Sehingga terjadi peningkatan
jumlah ‘aminergic transmitter’ pada sinaps neuron di SSP (Harold, 1998)
Golongan obat anti depresan antara lain :
a. Trisiklik: Amitriptylin, Tianeptine, Imipramine,
Clomipramine, Opipramol
b. Tetrasiklik: Maprotiline, Mianserin, Amoxapine
c. MAOI Reversibel: Moclobemide
d. Atypical: Trazodone, Mirtazepin
e. SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor):
Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Citalopram.
Dalam pengaturan dosis perlu
mempertimbangkan onset efek primer (efek klinis) sekitar 2-4 minggu, efek sekunder (efek
samping) sekitar 12-24 jam, serta waktu paruh
sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2 kali per hari). Ada 5 proses dalam pengaturan dosis, yaitu:
b. Initiating
dosage (tes dosage), untuk mencapai dosis
anjuran selama 1 minggu, misalnya amitriptylin 25 mg/hari pada hari 1-2,50 mg/hari pada hari ke 3 dan ke 4, 100 mg/hari
pada hari ke 5 dan ke 6.
c. Titrating
dosage (optimal dose), dimulai pada dosis
anjuran sampai dosis efektif, kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya
amitriptylin 150 mg/hari selama hari ke 7-15 ( minggu II),
kemudian minggu ke III 200 mg/hari dan minggu ke IV 300 mg/hari.
d. Stabilizing
dosage (Stabilzation dose), dosis optimal
dipertahankan selama 2-3 bulan. Misalnya
amitriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan sampai dosis
pemeliharaan.
e. Maintaning
dosage (maintanance dose), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis pemeliharaan ½ dosis optimal.
Misalnya amitriptylin 150 mg/hari.
f. Tapering
dosage (tapering dose), selama 1 bulan,
kebalikan dari proses initialing dose. Misalnya amitriptylin 150 mg/hari à 100 mg/hari selama
1 minggu. 100 mg à 75 mg/hari selama 1 minggu, 75 mg à 50 mg/hari selama 1 minggu, 50 mg/hari à 25 mg/hari selama 1
minggu.
Dengan demikian obat anti depresan dapat
dihentikan total. Kalau kemudian sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai
lagi dari awal dan seterusnya.
Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal
pada malam hari (single dose one hour before sleep) untuk golongan trisiklik
dan tetrasiklik. Untuk golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari
setelah sarapan.(Santrock, 2007)
KESIMPULAN
Depresi
merupkan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih, dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola
tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan dan rasa putus asa dan
tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.
Dasar
umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga ada beberapa
faktor yang berperan, yaitu faktor biologis, faktor genetika dan faktor
psikososial.
Untuk menegakkan diagnosa PPDGJ
III mensyarati harus ada 3 gejala utama gangguan depresi dan minimal 4 gejala
lainnya dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat. Pemberian anti depresan dilakukan
melalui tahapan – tahapan, yaitu dosis initial, titrasi, stabilisasi, maintenance
dan tapering off, dimana dosis dan lama pemberiannya berbeda-beda.lihat video
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan,
Sadock, Sinopsis Psikiatri, Jilid II, edisi Ketujuh, Binarupa Aksara, Jakarta,
1997.
Kaplan,
Harold I: Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Widya
Medika, Jakarta, 1998.
Maslim,
R: Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropika, edisi II, Jakarta, 2001.
Maslim,
R : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPGDJ III, Jakarta,
2001.
Maramis
WF. Catatan Kuliah Kedokteran Jiwa, Cetakan Ketujuh. Penerbit Airlangga
University Press, Surabaya, 1998.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar