Rabu, 03 Agustus 2016

GANGGUAN DEPRESI



PENDAHULUAN


Depresi dikenal sebagai keluhan umum yang sering dialami masyarakat. Wanita memiliki kecenderungan hampir dua kali lipat lebih besar daripada pria untuk mengalami depresi. Perbedaan dalam resiko relatif antara pria dan wanita bermula pada awal usia remaja dan bertahan hingga paling tidak usia pertengahan. Meski perbedaan hormonal atau perbedaan biologis lainnya yang terkait dengan gender kemungkinan berpengaruh, namun perbedaan gender sebagian besar disebabkan oleh lebih banyak jumlah stres yang dihadapi wanita dalam kehidupan kontemporer. Orang-orang yang lebih muda mempunyai kemungkinan lebih besar untuk sembuh dari pada kelompok yang lebih tua, dan kecil kemungkinan penyakitnya kambuh (Davinson, 2007).
Selama beberapa dekade terakhir para peneliti berupaya memahami peran berbagai neurotransmiter dalam gangguan mood. Ada dua transmiter yang paling banyak dipelajari, yaitu norepineprin dan serotonin. Teori norepineprin merupakan yang paling relevan dengan gangguan bipolar, dan secara umum, dinyatakan bahwa kadar norepineprin yang rendah memicu depresi dan kadar yang tinggi memicu mania. Teori serotonin menyatakan bahwa kadar serotonin yang rendah menimbulkan depresi (Harlod, 1998).
Depresi bisa berdiri sendiri maupun bersamaan dengan penyakit organik. Depresi akan sulit di diagnosis jika depresi ditemukan bersamaan dengan penyakit lain. Banyak gangguan medis dan neurologis serta agen farmakologis dapat menghasilkan gejala depresi. Biasanya pasien datang dengan gangguan depresi pertama kali pergi ke dokter umum dengan keluhan somatik, mereka mengeluh gangguan sistem endokrin, gangguan infeksi dan peradangan, serta penyakit medis lain seperti kanker dan penyakit kardiopulmonal.1
Baik depresi yang berdiri sendiri maupun yang bersamaan dengan penyakit lain harus diobati dengan sungguh-sungguh, karena depresi dapat mempengaruhi dan memperburuk penyakit organik yang sudah ada. Pemilihan obat anti depresan yang tepat sangat diperlukan agar mendapatkan efek terapi yang optimal dan menghindari efek samping yang mungkin timbul.




PEMBAHASAN


DEFINISI

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan dan rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.3

 

EPIDEMIOLOGI

Gangguan depresi berat merupakan gangguan yang sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15%, kemungkinan sekitar 25% terjadi pada wanita.
Terlepas dari kultur atau negara, terdapat prevalensi gangguan depresi berat yang dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Usia onset untuk gangguan depresi berat  kira-kira usia 40 tahun. 50% dari semua pasien, mempunyai onset antara usia 20-50 tahun.
Beberapa data epidemilogi baru-baru ini menyatakan bahwa insidensi gangguan depresi berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun, jika pengamatan tersebut benar, mungkin berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan zat -zat lain pada kelompok usia tersebut.
Angka gangguan depresif berat pada anak-anak pre sekolah diperkirakan adalah sekitar 0,3% dalam masyarakat, dibandingkan dengan 0,9% dalam lingkungan klinis. Diantara anak-anak usia sekolah dalam masyarakat, kira-kira 2% memiliki gangguan depresif berat. Depresi lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan pada anak usia sekolah (Santrok, 2007).

 

ETIOLOGI

Dasar umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga faktor -faktor dibawah ini berperan.
a. Faktor Biologis
Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan depresi berat berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin biogenik ( norepinefrin dan serotonin ). Penurunan serotonin dapat encetuskan depresi, dan pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolik serotonin di dalam cairan serebrospinal yang rendah serta konsentrasi tempat ambilan serotonin yang rendah di trombosit. Faktor neurokimia lain seperti adenilate cyclase, phsphotidyl inositol, dan regulasi kalsium mungkin juga memiliki relevansi penyebab.
Penelitian anak pra pubertas dengan gangguan depresif berat dan remaja-remaja dengan gangguan mood telah menemukan kelainan biologis (Davinson, 2007).
Anak pra pubertas dalam suatu episode gangguan depresif berat mensekresikan hormon pertumbuhan yang secara bermakna lebih banyak selama tidur dibandingkan dengan anak normal dan anak dengan gangguan mental nondepresi. 1

b.       Faktor Genetika
Data genetik menyatakan bahwa sanak saudara derajat pertama dari pasien gangguan depresi berat kemungkinan 1,5 – 2,5 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat pertama kontrol. Memiliki satu orang tua yang terdepresi kemungkinan meningkatkan resiko dua kali untuk keturunan, memiliki kedua orang tua terdepresi kemungkinan meningkatkan resiko empat kali bagi keturunan untuk terkena gangguan depresi sebelum usia 18 tahun (Santrock, 2007).

c.        Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stess lingkungan, suatu pengalamn klinis yang telah lama direplikasikan adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk gangguan depresi berat (Santrok, 2007).
Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang tua sebelum usia 13 tahun. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan (Santrok, 2007).
Bebeapa artikel teoritik mempermasalakan hubungan antara fungsi keluarga dan onset serta perjalanan gangguan depresi berat. Selain itu, derajat psikopatologi di dalam keluarga mungkin mempergaruhi kecepatan pemulihan, berkurangnya gejala, dan penyesuaian pasien pasca pemulihan (Santrock, 2007).




GEJALA KLINIS
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat):
a.       Efek depresif,
b.      Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
c.       Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas (Maslim, 2001).

Gejala lainnya :
a.       Konsentrasi dan perhatian berkurang
b.      Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c.       Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d.      Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e.       Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f.       Gangguan tidur
g.      Nafsu makan berkurang (Maslim, 2001)

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang – kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung lama (Maslim, 2001).

PATOFISIOLOGI
Timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa neurotransmiter aminergik. Neurotransmiter yang paling banyak diteliti  ialah serotonin. Konduksi impuls dapat terganggu apabila terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmiter di celah sinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter tersebut di post sinaps sistem saraf pusat.
Pada depresi telah di identifikasi 2 sub tipe reseptor utama serotonin yaitu reseptor 5HTIA dan 5HT2A. Kedua reseptor inilah yang terlibat dalam mekanisme biokimiawi depresi dan memberikan respon pada semua golongan anti depresan.

PEDOMAN DIAGNOSTIK
Pedoman diagnostik untuk episode depresi berat tanpa gejala psikotik:
a.       Semua 3 gejala utama depresi harus ada
b.      Ditambah sekurang-kurangnya 4 gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat
c.       Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci
d.      Episode depresif  biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, tetapi jika gejala utama amat berat dan beronset cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu
e.       Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas (Maslim, 2001)

Pedoman diagnostik untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik
a.       Episode depresif berat yang memiliki kriteria tanpa gejala psikotik tersebut diatas;
b.      Diseratai waham, halusinasi, atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggungjawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau alfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju stupor (Maslim, 2001)

DIAGNOSA BANDING
Dalam menegakkan suatu gangguan depresi, diagnosis lain perlu dipikirkan, seperti adanya gangguan organik, intoksikasi atau ketergantungan zat dan abstinensia, distimia, siklotimia, gangguan kepribadian, berkabung dan gangguan penyesuaian.
Perubahan intrinsik yang berhubungan dengan epilepsi lobus temporalis dapat menyerupai gangguan depresi, khususnya jika fokus epileptik adalah sisi kanan.
Berkabung merupakan suatu respon normal yang hebat, dan menyakitkan karena kehilangan, tetapi responsif terhadap dukungan dan empati dapat membuat berangsur mereda / sembuh seiring berjalanya waktu (Harold, 1998).



TERAPI
Mekanisme terjadinya obat anti depresi adalah :
a.       Menghambat ‘reuptake aminergic neurotransmitter’
b.      Menghambat penghancuran oleh enzim ‘monoamine oxidase’
Sehingga terjadi peningkatan jumlah ‘aminergic transmitter’ pada sinaps neuron di SSP (Harold, 1998)

Golongan obat anti depresan antara lain :
a.       Trisiklik: Amitriptylin, Tianeptine, Imipramine, Clomipramine, Opipramol
b.      Tetrasiklik: Maprotiline, Mianserin, Amoxapine
c.       MAOI Reversibel: Moclobemide
d.      Atypical: Trazodone, Mirtazepin
e.       SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor): Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Citalopram.

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek klinis) sekitar 2-4 minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam, serta waktu paruh sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2 kali per hari). Ada 5 proses dalam pengaturan dosis, yaitu:
b.      Initiating dosage (tes dosage), untuk mencapai dosis anjuran selama 1 minggu, misalnya amitriptylin 25 mg/hari pada hari 1-2,50 mg/hari pada hari ke 3 dan ke 4, 100 mg/hari pada hari ke 5 dan ke 6.
c.       Titrating dosage (optimal dose), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis efektif, kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amitriptylin 150 mg/hari selama hari ke 7-15 ( minggu II), kemudian minggu ke III 200 mg/hari dan minggu ke IV 300 mg/hari.
d.      Stabilizing dosage  (Stabilzation dose), dosis optimal dipertahankan selama 2-3 bulan. Misalnya amitriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan sampai dosis pemeliharaan.
e.       Maintaning dosage (maintanance dose), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis pemeliharaan ½ dosis optimal. Misalnya amitriptylin 150 mg/hari.
f.       Tapering dosage (tapering dose), selama 1 bulan, kebalikan dari proses initialing dose. Misalnya amitriptylin 150 mg/hari à 100 mg/hari selama 1 minggu. 100 mg à 75 mg/hari selama 1 minggu, 75 mg à 50 mg/hari selama 1 minggu, 50 mg/hari à 25 mg/hari selama 1 minggu.
Dengan demikian obat anti depresan dapat dihentikan total. Kalau kemudian sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya.
Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose one hour before sleep) untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan.(Santrock, 2007)




  



















KESIMPULAN

             Depresi merupkan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih, dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan dan rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.
             Dasar umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga ada beberapa faktor yang berperan, yaitu faktor biologis, faktor genetika dan faktor psikososial. Untuk menegakkan diagnosa PPDGJ III mensyarati harus ada 3 gejala utama gangguan depresi dan minimal 4 gejala lainnya dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat.              Pemberian anti depresan dilakukan melalui tahapan – tahapan, yaitu dosis initial, titrasi, stabilisasi, maintenance dan tapering off, dimana dosis dan lama pemberiannya berbeda-beda.lihat video



















DAFTAR PUSTAKA

       Kaplan, Sadock, Sinopsis Psikiatri, Jilid II, edisi Ketujuh, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997.
       Kaplan, Harold I: Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Widya Medika, Jakarta, 1998.
       Maslim, R: Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropika, edisi II, Jakarta, 2001.
       Maslim, R : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPGDJ III, Jakarta, 2001.
       Maramis WF. Catatan Kuliah Kedokteran Jiwa, Cetakan Ketujuh. Penerbit Airlangga University Press, Surabaya, 1998.











 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar